Angan dan Ingin

Hari ini ingin tahu. Besok pengen tempe. Hari ini pengen jaguar, besok pengen jablay, eh bajay (saya selalu menahan senyum saat Attar, anak saya yang berusia 3 tahun menyebut bajay dengan jablay). Angan-angan dan keinginan selalu saja berganti tiap hari. Kata bang Iwan, angan dan ingin berlalu seperti angin.

Apa yang Anda inginkan? Menurut teori LoA (Law of Attraction), keinginan harus didefinisikan dengan jelas. Saya ingin punya rumah di Pondok Indah, sebelahnya Inul. Saya ingin punya penghasilan tetap Rp. 35 juta sebulan, dan saya ingin istri yang agak kurus, tinggi. Tidak perlu cantik. Cukuplah manis, asal pintar. Anak-anak saya 5, 3 laki-laki dan 2 perempuan. Biar yang perempuan cukup aman dijaga sama abang atau adiknya. Saya ingin mobil saya dua, satu VW beetle warna merah, dan satu lagi Alphard warna item. Hmm.. apakah keinginan di atas sudah detail? Mungkin rumahnya perlu diperdetail. Dan menurut teori LoA, jika terdefinisi dengan jelas, punya keinginan kuat, maka alam semesta akan membantu untuk mewujudkannya.

Tapi sayangnya tidak ada kamus cukup dalam angan dan ingin. Seluruh duniapun nggak akan cukup. Seperti dahaga, saat angan satu terwujud, maka akan digantikan angan yang lain. Ingin satu terwujud, akan dikudeta oleh ingin yang lain. Setiap hari selalu saja muncul itu. Meskipun kadar inginnya berbeda-beda. Itulah awal segala cerita di dunia ini. Dan dalam merengkuh angan ingin tersebut, seringkali terlalu larut. Dunianya hanya terisi itu saja.

Nggak apa kan? Kalau nggak gitu nggak menikmati hidup, betul? Ya mungkin jika dari awal kita menyadari bahwa itu romantika permainan belaka, tidak akan menjadi masalah. Bayangin kita ada dalam the matrix yang sudah diprogram lika-likunya. Sementara sang pengatur duduk seperti menonton tivi, sampai ia di datangi oleh Mr. Anderson. Maaf ngelantur filem matrix.

Jadi, saya mengundang Anda pembaca yang budiman, untuk menggusur angan dan ingin seperti itu dengan angan dan ingin yang lebih permanen. Apa itu? Sebagaimana cangkir, memenuhi angan dan ingin itu seperti mengisinya terus menerus, tapi nggak penuh-penuh. Bagaimana kalau cangkirnya kita kosongkan saja? Sehingga kita punya ruang yang kosong. Seperti toples yang kita butuhkan adalah ruang kosong di dalamnya. Jika kekosongan sudah penuh, kita biarkan saja kosong. Sampai ada yang mengisinya. Apa itu? Apa maksudnya? Silakan temukan sendiri. Garing yah? Udah capek-capek baca sampe sini, ujungnya gitu doang.

2 tanggapan pada “Angan dan Ingin

  • Februari 7, 2008 pukul 3:57 pm
    Permalink

    hmmm… lumayan… faktanya kan memang seperti ini… so what must to do when???

  • Oktober 18, 2008 pukul 12:17 am
    Permalink

    bagus artikelnya, saya suka. emang ada benarnya. memang ada ya keinginan yang permanen saya baru dengar. keinginan mungkin akan permanen jika keinginan tersebut belum tercapai dan tidak berubah.

    sebab keinginan itu sifat nya berubah ubah dan keinginan itu juga muncul dikarenakkan banyak yang mempengaruhinya sperti lingkungan, suasana, tempat tinggal, komunitas dll. kalau hal yang mempengaruhi tersebut berubah sperti lingkungan yg berubah. ya… keinginan juga akan berubah. sorry kepanjangan.

    Keinginan apapun tentang yang ada di dunia, suatu saat bisa tercapai. Pada saat tercapai, muncul keinginan baru. Begitu terus tiada henti hingga lelah. Itu konon disebut illah. Pada saat bersyahadat, semua illah-illah itu kita matikan, diganti satu illah, sehingga tidak ada satupun yang berarti, kecuali satu illah yang sudah dipersaksikan. Mungkin gitu ya?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *