Sebagaimana janji sebelumnya berikut saya tulis dan tampilkan apa yang saya dapat saat berjalan kaki dari rumah ke kantor atau sebaliknya. Foto ini kadang dibuat saat berangkat, kadang dibuat saat pulang. Yang pasti, saat berjalan kaki, beberapa hal menjadi lebih kelihatan.
Kadang saya melihat bapak-bapak tua yang lagi memarut kelapa dengan pandangan kosong. Apa yang ia pikirkan? Hidup setelah mati? Anak-anak yang melupakannya? Kesunyian di usia senja? Hal yang tidak terlihat atau terpikir jika saya naik motor atau mobil.
Ini jalan masuk menuju rumah. Masih tanah dan batu-batu
Di jalan tanah baru yang masih seperti suasana di kampung saya Salatiga. Padahal gak jauh dari hiruk-pikuk Margonda. Pejalan kaki agak sengsara karena tidak ada trotoar, sedangkan jalannya sempit, berlubang tapi ramai. Jalan kecil ini menampung banyak komuter dari sekitar mampang (depok), sawangan yang menuju ke kantor atau pulang. Kalau jalan harus melompati genangan air. Kalau di aspal, ngeri kesamber motor, atau diklaksonin terus.
Ini jembatan yang memperpendek jarak rumah ke kantor. Satu mobil cukup kok.
Ini komplek kontrakan. Sebetulnya agak aneh, di suasana yang masih seperti pedesaaan, banyak rumah-rumah petak yang sempit. Mungkin mereka pendatang, yang mendatangi Jakarta bersama mimpi-mimpi seperti laron yang mendekati lampu pijar. Entah apa yang ditemukan. Di sini cuma bisa jalan kaki, karena ada tangga.
Mengingat tanah kuburan semakin mahal, mungkin bisa dipertimbangkan untuk membuat kuburan sendiri di halaman rumah. Banyak juga manfaatnya, selain tidak perlu pusing dengan biaya perawatan atau sewa kapling kuburan, makam di halaman juga bisa menjadi pengingat bahwa tempat kita kelak disitu. Sukur-sukur kalau Anda siapin dulu nisannya :-), dan setiap hari dilewatin.
 Saya dari dulu memang penasaran dengan pohon tua ini. Kalau naik motor hanya kelihatan dari jauh. Saat jalan kaki baru bisa melongok dengan jelas. Di bawahnya ada bangunan, ada beberapa kamar kecil, mengesankan tempat ini tempat ziarah. Ternyata benar, ini adalah makam Mbah Raden Wujud Beji. Ini mungkin menjelaskan kenapa nama kelurahan dan kecamatan sekitar sini adalah Beji.
Itulah sekelumit skrinsut, dan pandangan mata dari jalan kaki rumah-kantor sekitar 45 menit. Apalagi yang didapat? Selain punya waktu untuk memikirkan banyak hal sepanjang perjalanan, juga membuat badan jadi bugar. Efeknya jadi lebih produktif. Mau? Siapa saja bisa melakukan asal masih punya kedua kaki yang sehat. Tapi kalau rumah depok, kantornya di Mangga dua jangan dicoba yaaa.. 🙂
wah, menarik itu pohon tuanya. sayang ritualnya kok mandi di tujuh sumur (jangankan tujuh, mandi di satu sumur aja males). yo mending dipake leyeh2 kalo siang2.
btw, betisnya dah segede apa om ?
kempole wes sak gebug maling om.. hehehe.. kiro-kiro sak penthongan. Avatarmu kok nggaya? Koyok alm. Gombloh lho… 🙂
walk to work depok-mg.dua ala benny mice 😛
heheh abis mau bike2work sepeda mahal 😛
halah, ojo melok2 imw nyeluk aku gombloh, awas yo 😛
sak jane cilikanku biasa diceluk paimo .. huahuahaua
Nyobain ah..
tapi kerjane dimana yo?
lha wong pengangguran!
yo wis, asal jalan aja…
wah menarik juga ya berjalan kaki ke tempat kerja dari rumah, banyak pemandangan baru , dengan berjalan kaki kita akan sehat ya, adangak kawan kawan yang kekantor berjalan kaki dari daerah celeduk