Perjuangan terbesar yang dilakukan oleh masyarakat kita sekarang ini adalah perjuangan menaklukkan keinginan. Perjuangan mengendalikan mimpi. Di mana-mana mimpi dijual. Di televisi lewat sinetron, iklan. Di koran. Di tetangga-tetangga yang nasibnya lebih baik dan dapat meraih mimpi, dalam bentuk barang-barang, yang lebih banyak. Semakin sedikit barang yang dimiliki, semakin susahlah orang.
Pada saat mimpi-mimpi itu tak terbeli, maka muncullah berbagai macam cara untuk membelinya. Ada yang lewat pemanfaatan kedudukan. Korupsi. Ada yang lewat jalan keras. Merampok. Ada yang menjual dirinya. Melacur. Ada yang bekerja keras lewat perniagaan. Berdagang. Ada yang menghambakan diri. Pembantu. Sopir-sopir pribadi. Karyawan. Semuanya demi mimpi-mimpi. Mimpi yang dijejalkan tiap hari di kepala orang untuk dapat dimilikinya. Mimpi yang membuat orang merasa sesak jika tidak dapat menjangkaunya.
Merasuknya mimpi-mimpi ini hingga ke desa-desa meskipun tak seganas di kota. Di desa, dimana mimpi-mimpi yang sebelumnya tak pernah terpikirkan, merasuk lewat berbagai macam media. Orang-orang berduyun-duyun ke kota tempat mimpi tersedia lebih banyak. Ketersediaan yang ternyata tak bisa dijangkau.
Lalu bagaimana menaklukkan mimpi ini? Entahlah. Agama punya jawaban, tapi banyak orang tak mau memakainya.