Pada saat kita memandang dunia, pasti kita berdiri di suatu tempat. Dari tempat kita berdiri, kita bisa mendeskripsikan sesuatu. Misalnya saat di ragunan, disamping kandang gajah, saya bisa detail menggambarkan gajah. Berekor kecil, kakinya besar ada dua, mengingat kebetulan saya berdiri di belakang gajah. Keponakan yang berdiri di depannya, dapat mengambarkan gajah yang punya telinga panjang dengan belalai yang panjang. Keduanya tidak keliru. Namun keduanya tidak dapat menggambarkan secara utuh, karena harus berdiri di suatu tempat dalam menggambarkannya.
Begitu juga saat kita memandang sesuatu yang lebih abstrak. Masalah misalnya. Atau tantangan. Atau apapun. Tempat kita berdiri dan cara kita memandangnya sangat menentukan gambaran yang tertanam dalam kepala kita. Misalnya saya seorang programmer, saya memandang Linux sebagai kumpulan program. Saya seorang aktivis, saya memandang Linux sebagai gerakan sosial. Saya seorang pengusaha, saya memandang Linux sebagai sebuah peluang usaha.
Dibutuhkan latihan dan pengalaman yang banyak untuk dapat mengubah kacamata kita terhadap sesuatu. Tapi semakin lengkap kacamata yang kita pakai, semakin lengkap kita memperoleh gambaran tentang sesuatu, kita akan tahu cara merespons yang paling tepat. Bayangkan jika Anda bisa memandang Linux misalnya, dari kacamata programmer, kacamata aktivis maupun kacamata pengusaha. Kemampuan membayangkan dan menghayati bayangannya, akan mungkin jika kita pernah berdiri di beberapa tempat dalam melihat sesuatu.
Itu saja yang mau saya tulis. Beberapa minggu terakhir, Tuhan telah menganugerahkan saya untuk dapat beberapa kali berpindah tempat berpijak sehingga semuanya terlihat berbeda. Paling tidak, jadi paham apa maksudnya, ‘aku adalah apa yang aku pikirkan’. Pernahkah Anda membayangkan bagaimana Muhammad SAW memandang dunia? Dimana beliau berpijak?