Sibuk konon melambangkan kerajinan. Tidak diam. Selalu bergerak melakukan sesuatu. Mengiringi waktu yang pergi dengan produktifitas. Pantang berhenti karena waktu sedikit. Dan ada yang beranggapan bahwa saat hidup, harus selalu bergerak. Kurangi tidur sebanyak mungkin, karena nanti kita diberi waktu untuk tidur panjang.
Tekanan sosial juga membuat seseorang sibuk. Tidak punya waktu agar terlihat penting. Naik kendaraan selalu terburu-buru agar cepat sampai meskipun seringkali tidak tahu kenapa harus cepat sampai. Mantranya, waktu adalah uang. Berleha-leha adalah pamali. Duduk-duduk merenung terlihat tidak pantas. Terlalu santai. Kota besar adalah kota yang selalu bergerak. Jika kita tidak mengikuti arusnya, kita akan terlindas, tertinggal dan terbuang.
Namun, selalu terus bergerak juga punya kerugian. Kita jarang berefleksi apa yang sebenarnya kita lakukan. Apakah kesibukan kita adalah acak. Apakah penting? Seperti daun yang terus bergerak, tapi tidak tahu kemana tujuannya. Apakah gerakan itu akan membawanya kepada tujuan. Apakah tujuan itu benar-benar yang kita inginkan? Apakah kita salah arah? Kita tidak pernah tahu karena kita selalu sibuk bergerak.
Sibuk juga membuat kesempatan tidak datang menghampiri. Saat sang kesempatan datang, diri kita sudah penuh dengan kesibukan. 24 jam sudah diperas sedemikian rupa sehingga padat seperti karang. Kesempatan pun lewat.
Jadi, jika Anda terlalu sibuk, kendurkanlah sedikit. Lihat kembali apakah kesibukan Anda membawa kepada tujuan yang Anda inginkan. Apakah benar-benar penting yang Anda lakukan sekarang? Mengendurkan kesibukan seperti memberi nafas, mengaturnya sehingga dalam jangka panjang bisa berlari marathon kepada tujuan yang benar.