Kita hidup dalam masyarakat yang dipenuhi dengan lapisan. Setiap kali ada sesuatu yang menghampiri kita, ada maksud yang tersembunyi. Misalnya, seseorang yang membantu parkir, atau teman lama yang tak pernah mengontak tiba-tiba menyapa. Dia membantu karena menginginkan uang. Teman mengontak karena ingin menjual asuransi. Sehingga, kita asing dengan ketulusan.Â
Belum lagi masalah pencitraan. Seseorang tiba-tiba menjadi ustadz karena media bilang begitu. Berpakaian pun serba putih, dan simbol-simbol lain, sehingga saat orang melihat pertama kali, yakin bahwa dia memang ustadz. Para calon legislatif. Partai-partai. Mereka membantu, padahal niatnya menginginkan sesuatu. Artinya, segala sesuatu berubah menjadi citra, bukan gambaran yang sesungguhnya.
Di saat citra menjadi kenyataan, dan persepsi menjadi kebenaran, sudah seharusnya kita kembali kepada ketulusan. Apapun yang kita lakukan, niatnya ya sama seperti yang kita katakan. Tidak ada niat dibaliknya. Membantu karena memang membantu. Tanya kabar, karena memang ingin menjalin lagi persahabatan. Apapun yang tampak, memang itulah kebenarannya.